Universitas Amikom Purwokerto
Berita   |  Berita

Berita

Ilkom Amikom Kolaborasi dengan Ilkom Unsoed: Belajar, Berkarya, dan Berkolaborasi Melalui Pameran Scene to Screen 2025

ilkom | 2025-06-25

Telah sukses digelar, Pameran Scene to Screen tanggal 24 hingga 25 Juni 2025, bertempat di Foxe Studio, Purwokerto. Scene to Screen diselenggarakan sebagai hasil kolaborasi antara Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman dan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto. Selain itu, acara ini juga turut berkolaborasi dengan komunitas-komunitas kreatif seperti CLC Purbalingga, Layar Kelas hingga Foxe Studio. 

“Acara ini diisi dengan kegiatan yang seru yaitu ada pameran visual, pemutaran film, hingga diskusi. Pameran visual diisi dengan pemajangan hasil karya dari mahasiswa mata kuliah Komunikasi Visual Jurusan Ilmu Komunikasi dari kedua universitas,” Ujar Zikrul Fahmi, Project Manager Scene to Screen 2025. 

Selain itu, Project Officer Scene to Screen 2025, Dwi Asuji Puranti, menambahkan bahwa melalui kegiatan ini mahasiswa diajak untuk mengeksplorasi dan menginterpretasikan sinema-sinema lokal karya CLC Purbalingga sebagai bagian penting dari produk budaya lokal. Melalui Project Based Learning, mahasiswa dituntut untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam mentransformasikan ide-ide dan hasil pemaknaan mereka ke dalam berbagai bentuk karya komunikasi visual seperti poster, infografis, ataupun ilustrasi.

Pameran Scene to Screen resmi dibuka pada hari pertama dengan sambutan-sambutan khusus dari Kepala Jurusan, baik dari Universitas Jenderal Soedirman maupun Universitas Amikom Purwokerto, yakni Bapak Dr. Edi Santoso, S.Sos., M.Si dan Ibu Dr. Ade Tuti Turistiati MIRHRM. Selain itu, perwakilan dosen pengampu dari kedua universitas turut memberikan sambutan pada acara ini, yakni Bapak Tri Nugroho Adi,S.Sos.,M.Si. dan Ibu Rida Purnama Sari S.Sn., M.M. Acara pembukaan ini juga semakin bermakna dengan hadirnya sambutan dari perwakilan CLC Purbalingga, yakni Bapak Nanki Nirmanto. 

Rangkaian acara dilanjutkan dengan pemutaran film dan diskusi, yang merupakan hasil karya dari teman-teman mahasiswa Unsoed dan juga Amikom yang telah lolos kurasi. Kami mengikutsertakan Pak Abdul Aziz Rasjid, sebagai kurator film sehingga hasil kurasi merupakan karya-karya yang kualitasnya tidak diragukan. Sesi pemutaran film dan diskusi pengkarya bertujuan untuk membuka ruang diskusi bagi setiap pengunjung yang turut serta hadir dalam rangkaian acara tersebut. 

Pada hari kedua, rangkaian kegiatan acara dilanjutkan kembali dengan pameran visual serta pemutaran film CLC Purbalingga yang berjudul Peronika dan ABRI Masuk Desa, lalu dilanjut dengan sesi talkshow dan juga diskusi yang diisi oleh dua narasumber inspiratif yakni Bapak Bowo Leksono (Direktur CLC Purbalingga) dan Bapak Abdul Aziz Rasjid (Kurator) serta Ibu Rida Purnama Sari sebagai moderator. 

Sesi ini menjadi ruang diskusi dan juga refleksi yang bermakna, untuk mengenang kembali perjalanan komunitas sinema lokal di Banyumas. Pemilihan film Peronika untuk ditayangkan pun memiliki alasan mengharukan di belakangnya, yakni dikarenakan film Peronika menjadi titik balik dari perjalanan panjang Pak Bowo Leksono dalam berkarya di dunia sinema bersama dengan CLC Purbalingga hingga saat ini. Pak Bowo Leksono, sebagai Direktur CLC Purbalingga, menekankan pentingnya film sebagai media pembelajaran dan sarana ekspresi yang sangat relevan bagi generasi muda. 

Di sisi lain, Pak Abdul Rasjid Aziz, selaku kurator karya visual dalam proyek ini turut menyampaikan apresiasinya terhadap para mahasiswa dari Universitas Jenderal Soedirman dan Universitas Amikom Purwokerto. Ia menilai bahwasanya mahasiswa telah menunjukkan upaya yang serius dalam menggali makna, konteks sosial, dan nilai-nilai dari film yang mereka tonton, lalu mengubahnya menjadi karya visual yang reflektif. Baginya, proses tersebut merupakan bagian dari pembelajaran yang kritis dan proses untuk menumbuhkan kesadaran budaya melalui medium komunikasi visual.

Sesi diskusi berlanjut membahas pentingnya kolaborasi lintas institusi, termasuk antara universitas, komunitas, dan pelaku seni. Baik Pak Bowo Leksono maupun Pak Abdul Aziz Risjad menekankan pentingnya menciptakan ruang apresiasi bagi budaya lokal yang sebisa mungkin akan terus hidup dan berkelanjutan. 

Kedua narasumber menyampaikan harapan mereka agar kegiatan semacam ini dapat terus dilanjutkan di kemudian hari dan dapat menjadi kegiatan yang melestarikan budaya lokal. Mereka juga menekankan bahwa bentuk apresiasi terhadap film maupun karya visual tidak boleh berhenti, tetapi harus terus digerakkan sebagai bagian dari penerapan hasil pendidikan dan penguatan identitas kultural. 

Dengan berakhirnya rangkaian acara Pameran Scene to Screen 2025, harapannya kegiatan semacam ini akan terus bisa berkelanjutan untuk memberikan ruang atau wadah aspirasi terhadap karya-karya lokal di masa mendatang.